Satelit9.info Jakarta- Bupati Morotai Rusli Sibua (RS) resmi ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal ini dilakukan usai dijemput paksa dan diperiksa sekira enam setengah jam. Rusli keluar Gedung KPK pukul 19.50 WIB. Dia tampak mengenakan rompi tahanan oranye dan tak mengeluarkan sepatah kata pun. Rusli langsung masuk mobil tahanan yang membawanya ke Rumah Tahanan Guntur. "Demi kepentingan penyidikan, KPK menahan RS selama 20 hari pertama," ujar Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di kantornya, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu malam(8/7/2015). Rusli dijemput paksa usai dianggap tak kooperatif dalam menjalani pemeriksaan di KPK. Dia dicokok dari sebuah tempat di Jakarta Selatan. "Yang jelas sudah absolutist KPK melakukan pengintaian," jelas Priharsa. Rusli, sebelumnya, sempat tiga kali tak memenuhi panggilan sebagai tersangka. Dia menolak diperiksa lantaran sedang menunggu praperadilan. Alasan ini tak diterima penyidik lembaga antikorupsi. "Penyidik anggap bahwa alasan tersebut tidak layak dan patut sehingga penyidik merasa perlu melakukan penjemputan terhadap tersangka RS untuk dilakukan pemeriksaan segera pada hari ini," lanjut Priharsa. Surat perintah penyidikan (Sprindik) terhadap Rusli Sibua diterbitkan pada 25 Juni 2015 lalu. Dia disangkakan telah memberi atau menjanjikan sesuatu pada Akil Mochtar selaku hakim Konstitusi dengan tujuan untuk mempengaruhi putusan sengketa Pilkada Morotai di MK tahun 2011. Penetapan tersangka Rusli merupakan hasil pengembangan dari putusan pengadilan Akil Mochtar. Akil diketahui telah dinyatakan bersalah dan telah divonis penjara seumur hidup. Dalam dakwaannya, Akil disebut meminta uang untuk menyetujui keberatan hasil pilkada 2011 di Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara. Dia menerima Rp2,989 miliar dari Rp6 miliar yang diminta. Sengketa pilkada Pulau Morotai diikuti enam pasang calon pada dimenangkan pasangan Arsad Sardan dan Demianus Ice. Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan pasangan tersebut sebagai bupati dan wakil bupati periode 2011-2016 dengan menerbitkan surat keputusan KPU pada 21 Mei 2011. Rusli dan pasangannya, Weni R Paraisu, kemudian menggugat putusan itu dengan menunjuk Sahrin Hamid sebagai pengacara. Sahrin kemudian menghubungi Akil melalui SMS. Akil lalu menelepon Sahrin agar menyampaikan kepada Rusli Sibua untuk menyiapkan uang Rp6 miliar. Permintaan ini diteruskan Sahrin ke Rusli Sibua di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat. Namun, Rusli hanya menyanggupi Rp3 miliar. Rusli lalu mengirimkan Rp2,989 miliar melalui tiga kali setoran tunai ke rekening CV Ratu Samagat. Kiriman duit ini diberi keterangan sebagai "angkutan kelapa sawit" sebagaimana diminta Akil. Uang dikirim bertahap, yakni, Rp500 juta pada 16 Juni 2011, Rp500 juta juga pada 16 Juni 2011, dan Rp1,989 miliar pada 20 Juni 2011. Setelah uang terkirim, pada persidangan 20 Juni 2011, MK memutuskan mengabulkan permohonan Rusli Sibua dan Weni R Paraisu. Dalam amarnya, MK membatalkan berita acara tentang rekapitulasi hasil penghitungan suara pilkada KPU Kabupaten Pulau Morotai pada 21 Mei 2011. Atas perbuatannya ini, Rusli disangka telah melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.