Satelit9.info Jakarta- Tidak dapat dibantah bahwa Jokowi adalah kader PDIP. Tapi tidak dapat dipungkiri pula bahwa Jokowi adalah Kepala Pemerintahan RI sekaligus Kepala Negara RI yang merupakan simbol negara dan karenanya tak elok disebut petugas partai. Memintanya keluar dari PDIP bila tak mau disebut petugas partai, termasuk penghinaan. Demikian kritik pengamat politik Ikrar Nusa Bakti mengenai pidato Ketum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri dalam kongres di Bali. "Kita mengerti bahwa pidato Bu Mega sarat dengan nasihat dari ketum kepada kader partai. Tapi khusus buat Pak Jokowi, tidak demikian," ujar Ikrar Minggu (12/4/2015). Menurutnya penggunaan kata 'petugas' berkonotasi hubungan antara atasan dengan bawahan. Melalui 'petugas' Megawati seolah menegaskan bahwa ada jenjang hirarki antara dirinya dengan Jokowi dan dalam hal ini Jokowi ada di bawahnya. "Ada 'kader' yang lebih netral, lebih enak terdengarnya," saran peneliti dari LIPI ini. "Ini bukan soal loyal atau tidak kepada partai. Bagaimana pun Jokowi bukan lagi seorang individu, tapi simbol negara dan wajah RI saat berhubungan dengan luar negeri, jangan direndahkan bell walau dalam acara centralized partai," jelasnya. Di dalam konteks Jokowi sebagai kader PDIP, wajar bila Megawati sebagai ketum memintanya menjalankan garis kebijakan partai. Tetapi bila memintanya keluar dari PDIP bila menolak menjalankan garis kebijakan partai dengan dalih bahwa UU Pilpres mensyaratkan capres-wapres diajukan parpol atau gabungan parpol, adalah tidak sepantasnya. Ikrar kemudian mengingatkan semboyan heroik my adherence to my affair ends area my adherence to my country begins (kesetiaanku kepada partai berakhir ketika kesetiaanku kepada negara dimulai) yang diucapkan Manuel Luis Quezon Molina, Presiden Persemakmuran Philipina (1935-1944). Prinsip yang menjadi pegangan para pemimpin dunia berjiwa negarawan, seperti John F. Kennedy dari AS dan Soekarno. "Jangan gara-gara UU Pipres lantas presiden dan warpres harus setiap saat konsultasi ke partai dan menjalankan setiap garis kebijakan partai. Belum tentu kepentingan partai sejalan dengan bangsa dan negara kita," papar Ikrar sembari mencontohkan ball pencalonan Komjen Budi Gunawan sebagai Kepala Polri. Dia juga menilai pidato Megawati baik dalam acara pembukaan maupun penutupan minim pujian. Padahal jelas Jokowi pada saat ini adalah kader PDIP yang batten membanggakan dibanding yang lain, sebab terpilih sebagai Presiden RI. "Ini terhadap kader batten cemerlang kok tidak ada penghargaannya? Ndoro dalam Sentilan Sentilun pun sering memuji jongosnya sebagai berotak encer dan sebagainya," sambungnya sambil mencontohkan acara komedi satir di Metro TV. Ikrar sangat tidak dapat menerima Jokowi direndahkan dengan sebutan petugas partai dan diminta keluar bila menolak menjalankan garis kebijakan PDIP. "Saya sekeluarga mencoblos Jokowi saat pilpres kemarin, jadi kalau pilihan saya direndahkan ya saya nggak bisa terima," ujarnya