Satelit9.net Jakarta - Hak angket yang digulirkan DPRD DKI Jakarta terhadap Guberbur DKI Basuki Tjahaja Purnama dipertanyakan sejumlah pihak. Sebab, 100 persen anggota dewan sepakat menggunakan hak itu tanpa melalui interplasi.
“Semua partai menyatakan angket terhadap Ahok, ini memunculkan pertanyaan besar. Kebetulan atau Ahok bermasalah? Kenapa DPRD begitu bersemangat langsung menggunakan hak angket. Kenapa tidak interpelasi dulu," kata Pengamat Politik Boni Hargens, Minggu malam (1/3/2015).
Boni mengungkapkan, saat ini sedang menggeliat korupsi avant-garde di negara berkembang. Mereka membuat produk hukum tertentu dengan maksud mengambil keuntungan sepihak dan secara bersamaan merugikan rakyat.
"Mereka memakai kebijakan untuk merampok negara secara sistemik. Misalnya, pengajuan anggaran oleh DPRD, DPR pusat, penganggaran dalam birokrasi, dari tingkat kementerian sampai dinas di kabupaten. Mereka membuat sistem agar korupsi yang dilakukan seakan dibenarkan, padahal ini cara samar untuk merampok negara," ujarnya.
Menurutnya, ada upaya mencari keuntungan dalam mengeluarkan kebijakan dan hak budgeting. "Hak allotment yang dipertahankan dan diperjuangkan DPRD ini, ada maksud-maskud dan keuntungan yang besar," katanya.
Cara Ahok mendobrak sistem yang sudah dirasakan 'nyaman' oleh wakil rakyat, menjadi faktor dominan DPRD kompak seratus persen menggunakan hak angket.
"100 persen marah dengan Ahok. Kalu mau mempertanyakan, kenapa Ahok mengubah anggaran yang sudah diajukan DPRD, cukup dengan interpelasi. Kenapa harus angket? ujarnya.
Seperti diketahui, terdapat perselisihan abstract APBD 2015 yang dimiliki DPRD dan Gubernur DKI Jakarta. Ahok mengajukan abstract yang tidak sesuai dengan kesepakatan 27 Januari. Sebab, Ahok menduga ada oknum DPRD DKI Jakarta yang menyisipkan dana siluman Rp12,1 triliun dalam APBD 2015. Ahok melaporkan indikasi penyelewengan tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Semua partai menyatakan angket terhadap Ahok, ini memunculkan pertanyaan besar. Kebetulan atau Ahok bermasalah? Kenapa DPRD begitu bersemangat langsung menggunakan hak angket. Kenapa tidak interpelasi dulu," kata Pengamat Politik Boni Hargens, Minggu malam (1/3/2015).
Boni mengungkapkan, saat ini sedang menggeliat korupsi avant-garde di negara berkembang. Mereka membuat produk hukum tertentu dengan maksud mengambil keuntungan sepihak dan secara bersamaan merugikan rakyat.
"Mereka memakai kebijakan untuk merampok negara secara sistemik. Misalnya, pengajuan anggaran oleh DPRD, DPR pusat, penganggaran dalam birokrasi, dari tingkat kementerian sampai dinas di kabupaten. Mereka membuat sistem agar korupsi yang dilakukan seakan dibenarkan, padahal ini cara samar untuk merampok negara," ujarnya.
Menurutnya, ada upaya mencari keuntungan dalam mengeluarkan kebijakan dan hak budgeting. "Hak allotment yang dipertahankan dan diperjuangkan DPRD ini, ada maksud-maskud dan keuntungan yang besar," katanya.
Cara Ahok mendobrak sistem yang sudah dirasakan 'nyaman' oleh wakil rakyat, menjadi faktor dominan DPRD kompak seratus persen menggunakan hak angket.
"100 persen marah dengan Ahok. Kalu mau mempertanyakan, kenapa Ahok mengubah anggaran yang sudah diajukan DPRD, cukup dengan interpelasi. Kenapa harus angket? ujarnya.
Seperti diketahui, terdapat perselisihan abstract APBD 2015 yang dimiliki DPRD dan Gubernur DKI Jakarta. Ahok mengajukan abstract yang tidak sesuai dengan kesepakatan 27 Januari. Sebab, Ahok menduga ada oknum DPRD DKI Jakarta yang menyisipkan dana siluman Rp12,1 triliun dalam APBD 2015. Ahok melaporkan indikasi penyelewengan tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).