Duh Bahan Baku Obat Tertukar, BPOM Berikan Sanksi ke Kalbe Farma

Kategori Berita

Iklan Semua Halaman

Masukkan kode iklan di sini. Direkomendasikan iklan ukuran 970px x 250px. Iklan ini akan tampil di halaman utama, indeks, halaman posting dan statis.

Duh Bahan Baku Obat Tertukar, BPOM Berikan Sanksi ke Kalbe Farma

Selasa, 17 Februari 2015
Satelit9.info Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memastikan perusahaan farmasi PT Kalbe Farma Tbk telah lalai dalam proses pengisian kandungan obat anestesi ke dalam kemasan produknya. Berdasarkan hasil investigasi, kandungan asam Tranexamic yang merupakan bahan baku obat injeksi penghenti perdarahan dengan merek Kalnex, tertukar atau tercampur dengan bahan baku obat injeksi anestesi merek Buvanest Spinal.
Akibat dari tertukarnya isi kandungan obat tersebut, dua orang pasien di RS Siloam Karawaci meninggal dunia usai disuntik Buvanest Spinal 0,5 persen Heavy pada Kamis 12 Februari lalu.
"Dari hasil investigasi kita, terbukti telah terjadi kekeliruan dalam prosesproduksi obat di sarana produksi," kata Kepala BPOM Roy Alexander Sparingga saat dihubungi, Selasa (17/2/2015).
BPOM akhirnya mengeluarkan sejumlah sanksi kepada perusahaan farmasi tersebut. Bentuk sanksi pertama adalah pihak Kalbe Farma diperintahkan untuk melakukan penarikan seluruh produk produk Buvanest Spinal 0,5% Heavy 4 ml/5 (ABVSA) dengan nomor seri produksi (batch) 630077 dan produk obat Kalnex 500 mg/Amp 5 ml dengan accumulation 629668 dan 630025.
Sanksi kedua adalah, Badan POM telah mencabut izin produksi PT Kalbe Farma untuk memproduksi kedua merek obat tersebut. Sedangkan, Sanksi ketiga adalah Badan POM membekukan izin peredaran kedua produk obat tersebut.
“Kalbe harus menghentikan semua produksi dari obat tersebut. Lanjut atau tidaknya izin produksi, diputuskan nanti berdasarkan hasil investigasi lanjutan,” paparnya.
Selain menjatuhkan sanksi pada Kalbe Farma, Badan POM juga memberikan surat edaran ke rumah sakit (RS) di seluruh Indonesia dan kolegium dokter spesialis anestesi agar tidak menggunakan kedua obat tersebut.
“Proses investigasi sendiri belum rampung. Nanti, kalau sudah rampung baru bisa diputuskan kebijakan lanjutan yang akan dilakukan pada kasus ini,” tambah Roy.